Budilaksono.com....Salam
Inspiratif, Kepada bapak ibu bahwa selama ini, padi hibrida selalu digolongkan
sebagai padi sawah terutama sawah beririgasi teknis. Hal ini tidak sepenuhnya
benar, karena kemampuan adaptasi padi hibrida juga ditentukan oleh kedua galur
tetuanya.
Pertanaman
padi hibrida yang ditanam untuk pertanaman konsumsi menggunakan benih keturunan
pertama (F1). Kenapa F1? Karena pada pertanaman F1 akan muncul fenomena
genetika yang disebut heterosis yaitu kecenderungan tanaman F1 untuk tampil
lebih baik dibandingkan kedua galur tetuanya.
Heterosis
dapat muncul pada semua karakter dan untuk padi hibrida heterosis diharapkan
muncul pada karakter potensi hasil (GKG ton/ha). Besarnya heterosis ditentukan
kekerabatan kedua galur tetua pembentuknya, secara teoritis semakin jauh
kekerabatan kedua tetua semakin besar heterosisnya.
Pada
skala komersial tingkat heterosis ini pada umumnya ada standarnya, berapa persen,
dan biasanya disebut standar heterosis. Dalam hal ini penampilan hibrida tidak
dibandingkan dengan kedua tetuanya tetapi dibandingkan dengan varietas
komersial yang paling populer di daerah target sebagai standar, varietas
standar ini bisa berupa varietas inbrida bisa juga berupa varietas
hibrida.
Keragaan
suatu hibrida juga ditentukan oleh daya gabung kedua tetuanya apakah mempunyai
daya gabung khusus yang baik atau tidak. Sementara kemampuan adaptasi sangat
dipengaruhi oleh latar belakang kedua galur tetuanya.
Secara
umum beberapa varietas padi hibrida telah dikembangkan di Jawa Tengah dapat
tumbuh dengan baik dan bisa diterima petani. Seperti yang sudah dikembangkan
petani di pesisir pantai selatan pulau Jawa (Purworejo, Kebumen, CIlacap, Banjar
sampai Ciamis) beberapa musim terakhir,
Sebagi
contoh varietas Hipa 8 yang saat ini ditanam dilahan kering pada areal demarea
model pengembangan padi dengan sistem tanam larikan gogo (Largo) di Kecamatan
Puring, Kab. Kebumen, Prov. Jawa Tengah.
Ini
adalah bukti pengembangkan padi hibrida dengan model pengembangan sistem
produksi padi lahan kering. Penerapan teknologi ini sarat dengan penggunaan
benih unggul, biodekomposer, penggunaan pupuk hayati, pengendalian hama dan
penyakit tanaman hingga mekanisasi pertanian.
Varietas
Hipa 8 dilepas tahun 2009 mempunyai keunggulan tahan penyakit hawar daun
bakteri, potensi hasil tinggi, rasa nasi enak pulen dan wangi
Menurut
Dr. Satoto, peneliti padi hibrida Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan
Litbang Pertanian mengatakan “tidak perlu kaget padi hibrida Hipa 8 ditanam
dilahan kering karena pemilihan varietas ini dengan pertimbangan bahwa Hipa 8
mempunyai “darah” gogo yang diwarisi dari tetua jantannya” jelas Satoto.
Lebih
lanjut Satoto menambahkan bahwa prospek pengembangan padi hibrida dilahan
kering tidak perlu dikawatirkan dan tidak perlu ditakuki karena pegembangan
padi hinrida di lahan kering merupakan salah satu terobosan dalam upaya
meningkatkan produktivitas padi, karena memiliki potensi produksi yang lebih
tinggi (10-20%) dari padi inbrida.
Varietas
ini pernah dilisensi oleh PT Dupont Indonesia dan berkembang di daerah Lampung
dan pesisir pantai selatan Jateng dan Jabar. Khusus di Kabupaten Cilacap beras
ini dikenal konsumen melalui beras cap Caping.
Peningkatan
hasil padi hibrida dilahan kering diharapkan mampu mendukung program
peningkatan produktivitas padi yang diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
signifikan terhadap produksi padi nasional. (Sumber : antaranews.com).
Semoga
petani di Jateng keseluruhan juga memanfaatkan perkembangan bibit unggul padi.
Semoga info bermanfaat.