Budilaksono.com....Salam
Inspiratif, Kepada bapak ibu guru bahwa Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) berpendapat, nilai minimal (passing grade) kelulusan sertifikasi guru
melalui pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) 80 dinilai memberatkan.
Karena itu, organisasi para guru tersebut akan mengajukan keberatan agar nilai
diturunkan menjadi 65.
Hal
tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik
Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi, di sela-sela acara puncak peringatan HUT
Ke-74 PGRI dan Hari Guru Nasional 2017 tingkat Jateng, di balairung kampus
Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Sabtu (9/12).
Hadir
dalam acara tersebur Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Ketua PGRI Jateng Widadi,
Rektor UPGRIS Muhdi, dan para perwakilan guru se-Jateng.
‘’Senin
(12/12) malam, kami akan bertemu dengan Dirjen Pembelajaran Kemenristekdikti
untuk menyampaikan hal ini. Kami mengajukan keberatan selalu dengan membawa
data yang akurat dan dasar yang kuat sehingga bisa menjadi bahan
pertimbangan,’’ ungkap Unifah.
Menurut
unifah, keberatan itu sudah disampaikan sejak awal pelaksanan standar uji
kompetensi sejak sebelum aturan itu ditetapkan, yakni pada pertengahan 2016. Keberatan
tersebut bukan berarti akan menurunkan standar kualitas guru, tapi banyak
kemampuan lain yang dimiliki guru selain akademis yang diujikan dalam
sertifikasi.
‘’Uji
kompetensi dokter saja nilai minimalnya 65, kenapa guru harus 80? Padahal
kondisi dan kemampuan guru berbeda-beda, terutama yang ada di daerah pelosok
Tanah Air, karena di sana internet saja belum tentu ada,’’ tandasnya.
Selain
itu, persoalan lain adalah biaya PLPG yang kini subsidinya dikurangi sehingga
guru yang akan ikut ujian sertifikasi harus membayar sendiri sekitar Rp 15
juta. ‘’Ini tentu juga memberatkan, sebab tidak semua guru mampu membayar biaya
sebesar itu,’’ tandasnya.
Menurutnya,
untuk meningkatkan kualitas guru yang menjadi alasan pemerintah adalah
meningkatkan standar nilai minimal, yakni dengan pelatihan guru yang merata dan
sesuai dengan kebutuhan, terencana dengan baik, dan berkelanjutan.
‘’Saat
ini 45 persen guru di Indonesia belum tersertifikasi karena berbagai hal.
Selain terkendala biaya, juga sulit untuk mencapa standar nilai minimal 80,’’
ujarnya.
|
Photo Kegiatan Praktik Fisika di Kelas XI MM SMKN 6 Tebo |
Persoalan
GTT
Sementara
itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bersama PGRI akan terus mendesak Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi segera memberi kepastian
nasib jutaan guru tidak tetap (GTT) di Indonesia, terutama di Jateng.
Dia
menyayangkan sikap kementerian yang tak jelas menyikapi nasib GTT ini. Menurut
Ganjar, ketidakjelasan nasib GTT itu karena mereka diangkat oleh kepala sekolah
lantaran banyak sekolah yang kekurangan guru.
Di
Jateng, kekurangan guru mencapai 49.631, terdiri atas TK, SD, dan SMP sebanyak
38.859. Kemudian 4.732 guru SMA, 5.056 guru SMK, dan 934 guru SLB.
‘’GTT
tidak diakui Kemendikbud. Mereka tidak bisa mengikuti sertifikasi karena tidak
memiliki surat keputusan pengangkatan dari pemerintah daerah.
Ini
tentu sangat ironis,’’ ujar Ganjar. Sementara itu, untuk mengangkat GTT menjadi
PNS, kepala daerah tersandera oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun
2006 yang melarang pengangkatan guru (Sumber : Suaramerdeka). Semoga informasi
bermanfaat.