Budilaksono.com....Salam
Inspiratif, Kepada bapak ibu bahwa pendidikan yang mampu mencetak SDM yang
cerdas, pintar dan terampil. Pengelolaan pendidikan harus independent agar
mencetak generasi muda yang berakhak dan terampil terbentuk.
Pendidikan
Indonesia sekarang ini tidak murni/tidak idependent karena adanya pihak2 lain yang tidak berkepentingan (non
pendidikan) masuk ranah pendidikan
sehingga pengelolaan manajemen tidak sesuai
misi-visi dalam penyelenggaran pendidikan baik menengah dan perguruan
tinggi.
Sehingga
hal ini berpengaruh kepada penerimaan
siswa baru atau mahasiswa baru, dalam proses pembejaran dan lulusan
peserta didik menengah kejuruan
dan mahasiswa. Hal itu menjadi wajar
bila siswa yang masuk ke tingkat SMA/SMK kemampuan analisa dan pemahaman sangat
lemah terutama pelajaran sains.
Selain
itu peserta didik pendidikan karakternya
tidak terbentuk itu bisa dilihat dari
tata krama kepada orang tua/guru dan teman sejawatnya belum bisa membedakan. Dan sekarang peserta didik cenderung malas
untuk membaca atau belajar bisa dilihat dari peserta didik mengikuti pelajaran
dikelas sebagian besar tidak ada yang
memiliki buku pendukung pelajaran yang
sedang dipelajari baik itu pinjam dari perpustakan atau sumber lain yang
mendukung pelajaran tersebut dikelas. Dan peserta didik cenderung pasif dan hanya mendengarkan penjelasan materi saat
pembelajaran dikelas daripada bertanya atau menjawab mengenai materi yang
diberikan.
Kemudian
guru
sebagai orang tua disekolah juga cenderung di zona aman karena ada HAM dan Tim Pungli yang mengitai
mereka. Bila guru menerapkan
seluruh siswa memiliki buku pelajaran dan mengharuskan membeli maka dikatakan
pungli. Rasa tantangan untuk mencetak lulusan yang berkompetesi baik bagi guru tidak diterapkan lagi kepada
peserta didik. Daripada guru di zona rintangan lebih baik di zona aman.
Selain
itu tujuan peserta didik dan mahasiswa
sekarang sama yang penting sekolah atau
kuliah dapat ijazah dan gelar, untuk
keahlian dipikirkan berikutnya . Itulah yang
menyebabkan pendidikan pada umumnya di Indonesia mengalami penurunan untuk
menghasilkan SDM berkompetensi bagus
atau baik
Begitu
juga yang disampaikan oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Menristekdikti) Mohamad Nasir sebagaimana
dalam laman Jawapos, mengungkapkan, ada perbedaan mencolok antara mahasiswa
Indonesia dan Tiongkok.
Yakni,
mahasiswa Indonesia lebih mementingkan gelar, sebaliknya Tiongkok mengutamakan
keahlian.
"Wajar
bila SDM Indonesia lebih menguasai teori ketimbang kompetensi. Lulusan S1
komputer begitu diuji malah nggak bisa karena yang dikuasai teori," kata
Nasir saat meresmikan Politeknik Ketenagakerjaan di Bekasi, Jawa Barat, Kamis
(26/10).
Itu
sebabnya, lanjut Menteri Nasir, ke depan sertifikasi kompetensi menjadi sangat
penting sehingga gelar kesarjanaan akan ditiadakan. Lantaran, calon mahasiswa
akan memilih pendidikan vokasi ketimbang non vokasi.
Nasir
membeber data, perguruan tinggi di Indonesia ada 4.529. Yang pendidikan vokasi
hanya 16 persen. Sebaliknya di Tiongkok, perguruan tingginya 2.844 di mana 65
persennya pendidikan vokasi.
"Dari
sini kelihatan kalau mahasiswa Indonesia lebih mengejar gelar ketimbang
keahlian. Dan ini harus diubah, pendidikan vokasi akan kami perbanyak sehingga
tidak perlu lagi gelar kesarjanaan. Sebab yang dibutuhan dunia industri dan
usaha adalah keahlian/sertifikasi, bukan gelar sarjana," beber Nasir.
Guru
sekolah mengharapkan kepemerintah untuk
mencegah agar jangan ada pihak-pihak
yang tidak berkepentingan (non pendidikan) masuk keranah pendidikan, sehingga
ketegasan dan kedisiplinan sekolah pendidikan berkarater akan terwujud dengan
dampak lulusan peserta didik
benar-benar berkompetensi baik
dan bagus. Semoga informasi ini bermanfaat dan
sebagai refleksi orang tua dan pengambil kebijakan tentang pendidikan.