Budilaksono.com....Salam
Inspiratif, Kepada bapak ibu bahwa pemerintah kembali menargetkan peningkatan
produksi udang nasional pada tahun ini dari hasil budidaya. Sejalan dengan itu,
dari sisi riil usaha, ekspansi tambak udang juga terus merambah kawasan-kawasan
baru seperti pesisir barat Sumatera dan selatan Jawa.
Target
peningkatan produksi udang vannamei ini tentunya juga perlu diikuti oleh
kecukupan persediaan benur berkualitas.
Kualitas
benur merupakan salah satu kunci sukses budidaya udang. Karena hal tersebut
erat kaitannya dengan kesehatan udang. Kesehatan udang sendiri merupakan isu
utama yang paling diperhatikan oleh para pelaku perudangan.
Benur
berkualitas tentunya dihasilkan melalui berbagai macam prosedur pembenihan yang
baik dan benar di suatu hatchery (pembenihan), termasuk penerapan biosekuriti.
Sedikitnya terdapat 3 kelompok utama yang perlu diperhatikan dalam menerapkan
biosekuriti yakni manajemen induk dan benur, manajemen pakan, serta manajemen
air dan lingkungan.
Induk
dan Benur
Menurut
pakar perbenihan udang, Bong Tiro, umumnya petambak di Indonesia sudah memiliki
mindset paten bahwa benur berkualitas dihasilkan dari induk impor. Petambak
enggan menggunakan benur yang diketahui induknya merupakan induk lokal.
Hal
tersebut juga yang menjadikan Bong membenihkan udang menggunakan induk impor.
Padahal Bong mengaku sebelumnya pernah mengembangkan induk udang yang tidak
kalah berkualitas. “Sebenarnya bikin induk di sini bisa. Dan bisa bersaing
dengan luar,” jelas Bong dengan yakin.
Benur
berkualitas merupakan kunci utama keberhasilan budidaya udang di tambak. Jika
ditarik ke belakang, benur berkualitas tersebut dapat dihasilkan dari induk
yang berkualitas juga. Bong mengimpor induk udang setiap bulannya dari Hawaii,
Amerika Serikat (AS). Tempat terbaik induk vannamei dihasilkan. “Hampir setiap
bulan kirim induk,” ujar Bong.
Biosekuriti
dalam budidaya mencakup juga keamanan lintas kawasan. Induk yang dikirim dari
AS masuk karantina di bandara kedatangan. Hal ini untuk menjamin induk yang
didatangkan tidak membawa penyakit yang menular. “Dua minggu di karantina,”
ujar Bong. Meski sebenernya Bong mengakui bahwa prosesnya bisa saja selesai 3
hari. “Hanya tinggal ambil sample dicek, selesai,” terang Bong.
Demi
menghasilkan benur terbaik, Bong tidak langsung menggunakan benur pertama yang
dihasilkan setelah ablasi dilakukan. Ia menunggu hingga dua minggu untuk benur
yang bagus. “Nunggu 2 minggu. Baru kita pake nauplinya. Karena (yang awal)
kualitasnya masih kurang bagus nauplinya,” ujar Bong. Umur produktivitas induk
pun hanya empat bulan saja.
Tidak
berhenti pada kualitas induk saja, upaya menghasilkan benur terbaik juga sangat
dipengaruhi oleh nutrisi dari sumber makanan untuk induk. Hingga saat ini,
menurut Bong, penggunaan pakan alami sebagai pakan induk udang masih memiliki
peranan yang sangat besar, meski sudah mulai dipadukan dengan pakan buatan.
Pakan
Benur dan Indukan
Segala
hal yang dibawa masuk ke dalam hatchery wajib melewati proses bioseciruity.
Tidak terkecuali pakan induk. Menurut Senior Sales Executive Skretting
Indonesia, Fauzan Bahri, pakan menjadi salah satu faktor penting di hatchery
sebagai asupan nutrisi. Lebih lanjut Fauzan menjelaskan bahwa di hatchery
mengenal dua jenis pakan yaitu pakan
alami seperti plankton dan artemia, serta artificial feed (pakan buatan).
Berkaitan
dengan biosekuriti, diakui Fauzan, pakan buatan memang relatif lebih aman
sepanjang diproduksi oleh pabrikan yang sudah memiliki standar yang baik.
“Tingkat risiko kontaminasinya pun sangat kecil sekali,” jelas Fauzan.
Sedangkan pakan alami perlu menjadi perhatian khusus para teknisi di hatchery
karena berpotensi adanya kontaminasi. Oleh karena itu perlu persiapan yang
ekstra dalam mempersiapkan pakan alami baik itu plankton maupun artemia.
Pakan
buatan untuk benur udang dari stadia zoea hingga Post Larvae (PL) mengandung
nutrisi yang sangat tinggi meskipun stadianya berbeda. Hal ini, menurut Fauzan,
untuk menjamin performa benur yang baik. Kebutuhan spesifik berdasarkan
stadianya sendiri belum diketahui.
“Tim
kami belum ada riset yang menemukan tingkat kebutuhan nutrisi (protein, lemak,
etc.) untuk masing-masing,” paparnya.
Selain nutrisi yang tinggi, yang terpenting lainnya pada pakan benur
buatan adalah mudah tercerna, palatability yang bagus, dan efek terhadap
kualitas air yang baik.
Begitu
halnya dengan pakan indukan udang. Pakan alami untuk induk udang umumnya adalah
cacing laut, cumi, biomass artemia, kerang, dan tiram. Ketergantungan induk
udang terhadap pakan alami masih sangat tinggi. Hal ini menjadi seperti dilema
juga bagi para breeder udang. Di satu sisi harus memperhatikan kemanan pakan
agar bebas kontaminasi, di sisi lain juga masih tergantung pakan alami.
Menurut
Fauzan, sampai saat ini masih belum ada pakan buatan yang bisa menggantikan 100
persen pakan alami. Tetapi yang mulai bisa dilakukan sekarang adalah mengurangi
pemakaian pakan alami dengan pakan buatan. Dari beberapa pelanggannya, Fauzan
melihat hasil positif dari kombinasi pakan tersebut. “Hasilnya sudah terlihat positif
dimana performance induk yang menggunakan kombinasi pakan alami dan buatan
sudah sama dengan yang menggunakan full pakan alami,” terang Fauzan.
Ketergantungan
terhadap pakan alami untuk induk juga diamini oleh Bong. Menurutnya, dalam
pakan alami hasil tangkapan dari alam itu seperti terdapat faktor X yang belum
bisa digantikan oleh pakan buatan. “Saya kira induk udang masih tertarik dengan
bau amis yang dikeluarkan pakan alami,” ujar Bong. Ia pun mengkombinasikan
pakan alami dan pakan buatan dengan perbandingan 70:30.
Antara
pakan alami dan pakan buatan bagi induk memang memiliki keunggulan dan
kelebihan masing-masing. Menurut Fauzan, kelebihan pakan buatan tentunya dari
sisi ketersediaan dan kandungan nutrisi bisa terjaga. “Tingkat biosekuriti pun
lebih aman terhadap kontaminasi,” tambahnya. Sedangkan pakan alami sebaliknya
yaitu karena hasil tangkap dari alam ketersediaannya fluktuatif dan tingkat
risiko kontaminasinya lebih tinggi. (Sumber
: Trobos.com)