Budilaksono.com....Salam
Inspiratif, Kepada bapak ibu bahwa pemkot Madiun terus berupaya membantu siswa
SMA dan SMK yang berasal dari keluarga kurang mampu. Pemkot- masih mencari
celah aturan yang dapat dijadikan pijakan agar ke depannya tidak tersandung
kasus hukum.
‘’Pada
prinsipnya, saat berkonsultasi ke Kemendikbud tidak mempermasalahkan apabila
pemkot membantu biaya pendidikan SMA dan SMK,’’ kata Kepala BPKAD Kota Madiun
Rusdianto, seperti diberitakan Radar Madiun.
Ada
dua cara yang kemungkinan bisa digunakan untuk merealisasikannya yakni sebagai
berikut :
- Bantuan
sosial (bansos) : Bantuan
sosial, sifat penganggarannya sebetulnya paling mudah ditempuh. Terlebih
peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah itu sudah tertera dengan
jelas. ‘’Tapi, program pembiayaan melalui bantuan sosial itu tidak dapat
dilakukan secara terus-menerus setiap tahun,’’ ujarnya.
- Bantuan
keuangan (BK) : Berbeda
halnya dengan BK. Sifat pembiayaan lewat bantuan ini bisa dilakukan secara
berkala. Tapi regulasi baku yang mengatur tentang jenis bantuan ini belum kuat
secara hukum. Baik itu dalam bentuk sebuah produk hukum maupun surat edaran
(SE). ‘’Kalau seandainya ada regulasi yang mengatur tentang itu, meskipun hanya
sebatas surat, kami bisa mengambil kebijakan,’’ ungkap pejabat asal Magetan
tersebut.
Berdasarkan
catatan Radar Madiun, kengototan pemkot merealisasikan pembiayaan SMA dan SMK
semata-mata agar program wajib belajar (wajar) 12 tahun sejak 2013 silam tetap
berjalan. Sebab, pasca pengelolaan pendidikan menengah atas (PMA) diambil alih
urusannya oleh pemprov, program tersebut terancam tersendat.
Pemkot
maupun DPRD setempat merasa jika kebijakan yang diberlakukan pemprov itu justru
membelenggu peserta didik dari keluarga kurang mampu.
Misalnya
soal pembatasan kuota siswa miskin yang hanya 8 persen dari pagu setiap
sekolah. Serta masih banyak ditemui wali murid yang enggan membayar karena
merasa akan dibayari pemkot.
Sekolah
akhirnya terpaksa meminjam uang dari koperasi untuk menutupi biaya operasional
yang seharusnya di-cover sumbangan pendanaan pendidikan (SPP). ‘’Soal anggaran
kami mampu. Selain itu, kebijakan pimpinan untuk meneruskan program wajar 12
tahun sudah bulat,’’ ujar Rusdianto.
Penetapan
petunjuk teknis (juknis) PPDB SMA dan SMK oleh pemprov yang membatasi kuota
siswa miskin hanya 8 persen juga disesalkan Sekda Maidi.
Menurut
Maidi, kebijakan tersebut justru berpotensi menambah jumlah anak putus sekolah
(APS) di Kota Madiun. Sebelum kewenangan SMA dan SMK beralih ke provinsi pada
Januari 2017, pemkot menerapkan pendidikan gratis 12 tahun. ‘’Sehingga semua
beban biaya pendidikan ditanggung penuh oleh APBD Kota Madiun,’’ bebernya.
Kendati
demikian, pemkot dan DPRD akan tetap berupaya merealisasikan pembiayaan
pendidikan bagi seluruh siswa SMA dan SMK di Kota Madiun.
Hanya
sampai sekarang pemkot masih mencoba mencari celah agar bantuan keuangan
tersebut dapat terealisasi. ‘’Harapannya, siswa yang duduk di bangku SMA dan
SMK itu tetap mendapat jatah bantuan seperti dulu. Apalagi mereka itu statusnya
merupakan anak Kota Madiun,’’ pungkasnya. (Sumber : Jawapos). Semoga info
bermanfaat.