Budilaksono.com....Salam
Inspiratif, Kepada bapak ibu bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11
Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang ditandatangani
oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2017, terdapat aturan tentang cuti bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menurut
PP ini, cuti diberikan oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian), yang dapat
didelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat di lingkungannya untuk
memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau
peraturan perundang-undangan lainnya.
“Cuti
bagi PNS yang ditugaskan pada lembaga yang bukan bagian dari kementerian atau
lembaga diberikan oleh pimpinan lembaga yang bersangkutan kecuali cuti di luar
tanggungan negara,” bunyi Pasal 309 ayat (3) PP tersebut.
Dalam
PP ini disebutkan, cuti terdiri atas: a. Cuti tahunan; b. Cuti besar; c. Cuti
sakit; d. Cuti melahirkan; e. Cuti karena alasan penting; f. Cuti bersama; dan
g. Cuti di luar tanggungan negara.
1.Cuti Tahunan
PP
ini menyebutkan, PNS dan calon PNS yang telah bekerja paling kurang 1 (satu)
tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan. Lamanya hak atas cuti
tahunan sebagaimana dimaksud adalah 12 (dua belas) hari kerja.
Untuk
menggunakan hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud, PNS atau calon PNS yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan.
“Hak
atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis oleh PPK atau
pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
tahunan,” bunyi Pasal 312 ayat (4) PP ini.
Dalam
hal hak atas cuti tahunan yang akan digunakan di tempat yang sulit
perhubungannya, menurut PP ini, jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat
ditambah untuk paling lama 12 (dua belas) hari kalender.
Hak
atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam tahun yang bersangkutan, menurut
PP ini, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan
belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun berjalan.
“Hak
atas cuti tahunan yang tidak digunakan 2 (dua) tahun atau lebih berturut-turut,
dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat)
hari kerja termasuk hak atas cuti tahunan dalam tahun berjalan,” bunyi Pasal
313 ayat (2) PP ini.
PNS
yang menduduki Jabatan guru pada sekolah dan Jabatan dosen pada perguruan
tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan, menurut PP
ini, disamakan dengan PNS yang telah menggunakan hak cuti tahunan.
2.Cuti Besar
PP
ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) secara
terus menerus, menurut PP ini berhak lama 3 (tiga) bulan. Ketentuan paling
singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dikecualikan bagi PNS yang masa
kerjanya belum 5 (lima) tahun, untuk kepentingan agama. PNS yang menggunakan
hak atas cuti besar, menurut PP ini,
tidak berhak atas cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan.
“Hak
cuti besar diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti besar. Namun hak cuti besar
dapat ditangguhkan penggunaannya oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi
wewenang untuk memberikan hak atas cuti besar untuk paling lama 1 (satu) tahun
apabila kepentingan dinas mendesak, kecuali untuk kepentingan agama,” bunyi
Pasal 317 PP ini.
3.Cuti Sakit
Menurut
PP ini, setiap PNS yang menderita sakit berhak atas cuti sakit. PNS yang sakit
lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari, menurut PP ini,
berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan
permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
wewenangng untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
PNS
yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari, menurut PP ini, berhak
atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan
permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat
keterangan dokter pemerintah.
Hak
atas cuti sakit sebagaimana dimaksud
diberikan untuk waktu paling lama I (satu) tahun. Jangka waktu cuti
sakit sebagaimana dimaksud dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan
apabila diperlukan, berdasarkan surat keterangan tim penguji kesehatan yang
ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
PNS
yang mengalami gugur kandungan, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit untuk
paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan.
“Untuk
mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud , PNS yang bersangkutan
mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat
keterangan dokter atau bidan,” bunyi Pasal 321 ayat (2) PP ini.
4.Cuti Melahirkan
PP
ini juga menyebutkan, untuk kelahiran
anak pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat menjadi PNS, berhak
atas cuti melahirkan. Untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya, kepada PNS
diberikan cuti besar. Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud adalah 3
(tiga) bulan.
Untuk
dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan sebagaimana dimaksud, menurut PP
ini, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK
atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
melahirkan.
“Hak
cuti melahirkan sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis oleh PPK atau
pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
melahirkan,” bunyi Pasal 326 ayat (2) PP ini.
5.Cuti Karena Alasan
Penting
Menurut
PP ini, PNS berhak atas cuti karena alasan penting, apabila: a. ibu, bapak,
isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu salit keras atau
meninggal dunia; b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud pada huruf a
meninggal dunia, dan menurut peraturan perundang-undangan PNS yang bersangkutan
harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia; atau c.
Melangsungkan perkawinan.
“Lamanya
cuti karena alasan penting ditentukan oleh PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti karena alasan penting paling
lama 1 (satu) bulan,” bunyi Pasal 330 PP Nio. 11 Tahun 2017 itu.
6.Cuti Bersama
PP
ini menegaskan, Presiden dapat menetapkan cuti bersama. Cuti bersama
sebagaimana dimaksud tidak mengurangi hak cuti tahunan.
PNS
yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas cuti bersama, menurut PP ini,
hak cuti tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak
diberikan. Cuti bersama sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
7.Cuti di Luar
Tanggungan Negara
PP
ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun
secara terus-menerus karena alasan pribadi dan mendesak dapat diberikan cuti di
luar tanggungan negara. Cuti di luar tanggungan negara itu dapat diberikan
untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
“Jangka
waktu cuti di luar tanggungan negara sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang
paling lama I (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting
memperpanjangnya,” bunyi Pasal 334 ayat (3) PP ini.
Menurut
PP ini, cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan PNS yang bersangkutan
diberhentikan dari Jabatannya. Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian
cuti di luar tanggungan negara harus diisi.
Untuk
mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, menurut PP ini, PNS yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK disertai dengan
alasan. “Cuti di luar tanggungan negara hanya dapat diberikan dengan surat
keputusan PPK setelah mendapat persetujuan dari Kepala BKN,” bunyi Pasal 336
ayat (2) PP ini.
Menurut
PP ini, selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara, PNS yang
bersangkutan tidak menerima penghasilan PNS. Dan selama menjalankan cuti di luar
tanggungan negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.
Ditegaskan
dalam PP ini, PNS yang sedang menggunakan hak atas cuti dapat dipanggil kembali
bekerja apabila kepentingan dinas mendesak. Dalam hal PNS dipanggil kembali
bekerja sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, jangka waktu cuti yang belum
dijalankan tetap menjadi hak PNS yang bersangkutan.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemberian cuti diatur dengan Peraturan Kepala
BKN (Badan Kepegawaian Negara).
“Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 364
Peratuan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diundangkan oleh Menteri
Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 April 2017 itu. Semoga info bermanfaat.