Budilaksono.com....Salam
Inspiratif, Kepada bapak ibu bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11
Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang ditandatangani
oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2017, terdapat mekanisme pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penanganannya. Skema-skema itu di antaranya
pemberhentian atas permintaan sendiri, karena mencapai batas usia pensiun, dan
karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah.
Menurut
PP ini, PNS yang mengajukan permintaan berhenti, diberhentikan dengan hormat
sebagai PNS. Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dapat ditunda untuk
paling lama 1 (satu) tahun, apabila PNS yang bersangkutan masih diperlukan
untuk kepentingan dinas.
Bunyi
Pasal 183 ayat 3 PP ini tentang permintaan berhenti ditolak apabila : a). sedang dalam proses peradilan karena
diduga melakukan tindak pidana kejahatan. b). Terikat kewajiban bekerja pada
Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. c). Dalam
pemeriksaan pejabat yang berwenang memeriksa karena diduga melakukan
pelanggaran disiplin PNS. d). Sedang mengajukan upaya banding administratif
karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai PNS. e). Sedang menjalani hukuman disiplin. f). Alasan
lain menurut pertimbangan PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian).
Adapun
PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai
PNS. Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud yaitu : A). Usia 58 (lima puluh
delapan) tahun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat
fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan. B). Usia 60 (enam
puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya.
Dan
Umur 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku pejabat fungsional ahli
utama.
“Batas
Usia Pensiun bagi PNS yang menduduki JF (Jabatan Fungsional) yang ditentukan
dalam undang-undang, berlaku ketentuan sesuai dengan Batas Usia Pensiun yang
ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan,” bunyi Pasal 240 PP ini.
PP
ini juga menyebutkan, dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan kelebihan PNS maka PNS tersebut terlebih dahulu
disalurkan pada Instansi Pemerintah lain.
Dalam
hal terdapat PNS yang bersangkutan tidak dapat disalurkan, dan pada saat
terjadi perampingan organisasi sudah mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan
masa kerja 10 (sepuluh) tahun, menurut PP ini, diberhentikan dengan hormat dengan
mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila
PNS sebagaimana dimaksud: a. tidak dapat disalurkan pada instansi lain; b.
belum mencapai usia 50 (lima puluh) tahun; dan c. masa kerja kurang dari l0
(sepuluh) tahun, menurut PP ini, diberikan uang tunggu paling lama 5 (lima)
tahun. Dan apabila sampai dengan 5 (lima) tahun PNS sebagaimana dimaksud tidak
dapat disalurkan, maka PNS tersebut diberhentikan dengan hormat dan diberikan
hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dalam
hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud belum berusia 50 (lima puluh) tahun, jaminan
pensiun bagi PNS mulai diberikan pada saat mencapai usia 50 (lima puluh)
tahun,” bunyi Pasal 241 ayat (5) PP Nomor 11 Tahun 2017.
PP
ini juga menyebutkan, PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau diberhentikan
dengan hormat apabila: a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua karena
kesehatannya; b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya
sendiri atau lingkungan kerjanya; atau c. tidak mampu bekerja kembali setelah
berakhirnya cuti sakit.
Ketentuan
mengenai tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud, menurut PP
ini, berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan yang dibentuk oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan
beranggotakan dokter pemerintah.
“PNS
yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud mendapat hak kepegawaian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 242 ayat (5) PP ini.
Menurut
PP ini, PNS yang meninggal dunia atau tewas diberhentikan dengan hormat sebagai
PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PNS
dinyatakan meninggal dunia apabila: a. meninggalnya tidak dalam dan karena
menjalankan tugas; b. meninggalnya sedang menjalani masa uang tunggu; atau c.
meninggalnya pada waktu menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Sedangkan
PNS dinyatakan tewas apabila meninggal: a. dalam dan karena menjalankan tugas
dan kewajibannya; b. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas,
sehingga kematian itu disamakan dengan keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf
a; c. langsung diakibatkan oleh luka atau cacat rohani atau jasmani yang
didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya atau keadaan lain yang
ada hubungannya dengan kedinasan; dan/ atau d. karena perbuatan anasir yang
tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat tindakan anasir itu.
Untuk
PNS dinyatakan hilang di luar kemampuan dan kemauan PNS yang bersangkutan
apabila: a. tidak diketahui keberadaannya; dan b. tidak diketahui masih hidup
atau telah meninggal dunia. “PNS yang hilang sebagaimana dimaksud dianggap
telah meninggal dunia dan dapat diberhentikan dengan hormat sebagai PNS pada
akhir bulan ke-12 (dua belas) sejak dinyatakan hilang,” bunyi Pasal 244 ayat
(4) PP ini.
Dalam
hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud ditemukan kembali dan masih hidup,
menurut PP ini, dapat diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yang bersangkutan
belum mencapai Batas Usia Pensiun. Pengangkatan kembali sebagai PNS sebagaimana
dimaksud dilakukan setelah PNS yang bersangkutan diperiksa oleh PPK dan pihak
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
“Dalam
hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud terbukti hilang karena
kemauan dan kemampuan yang bersangkutan, PNS yang bersangkutan dijatuhi hukuman
disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 245
ayat (3) PP ini.
PP
ini menegaskan, PNS dapat diberhentikan
dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pidana yang dilakukan tidak berencana.
PNS
yang dipidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana tidak dengan berencana, menurut PP ini, tidak diberhentikan
sebagai PNS apabila: a. perbuatannya tidak menurunkan harkat dan martabat dari
PNS; b. mempunyai prestasi kerja yang baik; c. tidak mempengaruhi lingkungan
kerja setelah diaktifkan kembali; dan d. tersedia lowongan Jabatan.
"PNS
yang tidak diberhentikan sebagaimana dimaksud, selama yang bersangkutan
menjalani pidana penjara maka tetap bersatus sebagai PNS dan tidak menerima hak
kepegawaiannya sampai diaktifkan kembali sebagai PNS,” bunyi Pasal 249 ayat (1)
PP ini.
PNS
sebagaimana dimaksud diaktilkan kembali sebagai PNS apabila tersedia lowongan
Jabatan. Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan, menurut PP ini, dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, PNS yang bersangkutan diberhentikan
dengan hormat.
PP
ini juga menegaskan, PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila: a.
melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; b. dipidana dengan pidana penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan Jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan Jabatan dan/ atau pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik; atau d. dipidana dengan pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pidana yang dilalukan dengan berencana.
Sedangkan
PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 (dua) tahun berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana dengan berencana, menurut PP ini, diberhentikan dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Menurut
PP ini, PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri apabila
melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat. Pemberhentian sebagaimana
dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai disiplin PNS.
PNS
juga wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon
Presiden dan Wakil presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan perwakilan
Ralryat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan
Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh
lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
PNS
yang tidak menjabat lagi sebagai ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah
Konstitusi, ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, ketua,
wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial, ketua dan wakil ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, menteri dan jabatan setingkat menteri, kepala perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh, menurut PP ini, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS
apabila dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan.
PP
ini juga menegaskan, PNS yang terbukti menggunakan ijazah palsu dalam pembinaan
kepegawaian diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
“Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 364
Peratuan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diundangkan oleh Menteri
Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 April 2017 itu. Semoga info bermanfaat.