Budilaksono.com...Salam
Inspiratif, Kepada bapak ibu guru sekolah keguruan berhasil mengajar mendidik,
membina dan mengarahkan bila siswa tersebut mampu membuka usaha sendiri atau
bekerja pada dunia industri sesuai bidang yang digeluti selama sekolah.
Di
Indonesia sekolah SMK semakin bermunculan tetapi kompetensinya belum banyak
dipikirkan dan sekolah-sekolah melakukan pemenuhan jumlah siswa sehingga setelah
lulus siswa tersebut keahliannya tidak dikuasai/ Tidak punya keahliaan.
Semakin
tahun ketahun pengganguran dari lulusan SMK semakin meningkat. Untuk mencegah
ini maka peleritah harus menerapkan pendidikan dengan kurikulum industri atau
bentuk vokasi.
Oleh
sebab itu, pemerintah dan sekolah harus lakukan perubahan sistem kurikulum yang
diterapkan dalam pembelajaran. Salah satu sekolah harus terapkan 70 praktik dan
30 teori seperti politeknik sehingga kompetensi mereka kuasai setelah lulus
dapat bekerja.
Sebagaimana
dalam laman suaramerdeka, Untuk mencegah pengangguruan dari SMK maka Dirjen
Pembinaan Pelatihan dan Produktifitas (Binalatas) Kemnaker Bambang Satrio
Lelono mengatakan, sekitar 80 persen peserta pendidikan dan pelatihan di Balai
Latihan Kerja (BLK) pemerintah merupakan pengangguran berijazah Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) karena kurikulum yang dijalankan di SMK-SMK di
Indonesia, 70 persenya masih normatif dan adaptif (teoritis), sementara
praktiknya cuma 30 persen.
"Ya
akibatnya lulusan SMK tidak mempunyai keahlian sehingga harus menganggur,” kata
Bambang di Jakarta, Jumat (17/3/2017). Di negara-negara yang industinya maju
seperti Jerman, Austria, Jepang,
Menurutnya
pendidikan kejuruan (vokasi) kurikulumnya 70 persen praktik, sementara teorinya
cuma 30 persen sehingga lulusan pendidikan vokasi di luar negeri pasti sudah
ahli di bidangnya dan langsung kerja.
Bambang
yang alumnus Fisipol UGM ini menambahkan, kurikulum pendidikan di negara-negara
yang industrinya maju umumnya link and match dengan dunia industri. Karena itu,
umumnya di negara-negara yang industrinya maju tidak ada BLK. “Coba ke Jerman,
di sana tidak BLK seperti kita di sini. BLK justru adanya di lembaga pendidikan
karena harus link and match,” jelasnya.
Karena
itu, Bambang meminta pihak Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) sekarang
ini sudah saatnya mengubah kurikulum pendidikan vokasi di Indonesia dengan link
and match. Ia juga menilai aneh lulusan SMK malah tidak mempunyai keahlian dan
harus menganggur.