Budilaksono.com...Salam
inspiratif, kepada bapak ibu guru dan tenaga kependidikan semoga diberikan
kemudahan dalam beraktivitas. Pendidikan Indonesia semakin tahun semakin
menurun baik dalam pembelajaran sampai moral dan akhlak.
Perubahan
kebijakan yang sering terjadi untuk uji coba sistem pendidikan sehingga membuat hasil dari proses
pembelajaran disekolah bingung sehingga mengalami penurunan tajam dibanding
pendidikan yang masih menggunakan kurikulum 1994.
Walaupun
pendidikan pada tahun 1990 monoton, guru dan orang tua bekerjasama bila ada siswa
yang membuat kesalahan harus adanya sangsi. Contohnya bila tidak bisa menjawab
pertanyaan diakhir proses pembelajaran, kami pulang terakhir dan dijewer. Buktinya
bila mengadu sama orang tua malah tambah dimarahi orang tua juga. Dari sini
kami terbentuk untuk menghormati guru seperti menghormati orang tua dirumah.
Karena dari mulai masuk sekolah sampai pulang selalu bersalaman dengan guru
sehingga bila diluar sekolah ketemu guru kami bersalaman dengan guru.
Terimakasih
guruku, dengan sistem cara yang diterapkan bapak ibu guru seperti itu membuat
kami sudah bisa berhitung (penambahan, pengurangan,perkalian dan pembagian) dan
membaca pada kelas 3. Dan hebatnya kami bisa memahami soal yang diberikan pada
kelas 4. Dan sampai detik ini kami menjadi orang sukses kami tetap menghargai
dan menghormati bapak ibu guru
Bahagianya
guru dimasa dulu tersebut. Guru sangat dihormati dan dihargai oleh siswa dan masyarakat
dimana guru mengabdi.
Tidak
seperti sekarang guru banyak mendapatkan teguran masyarakat melalui komite atau
orang berpengaruh yang disampaikan melalui kepala sekolah.
Guru
yang mengajar tahun 2005 keatas mulai tidak mendapatkan kepercayaan sedikit
demi sedikit dari masyarakat dari tiap tahun. Jadi guru mengajar sekarang ini
apa adanya mengajar saja mau anak paham atau tidak terserah. Dan parahnya lagi
yang nilai jelek diberikan bagus di raport. Ini disebabkan guru berhati-hati
gak mau kena semprit dari adanya melanggar HAM. Guru cari aman dalam mengajar.
Merosot
pendidikan di Indonesia dimulai adanya HAM yang masuk institusi pendidikan yang
mengatakan tidak boleh ada kekerasan di sekolah. Dengan Dalih melanggar HAM
sehingga di manfaatkan sebagian orang tua dan siswa untuk menindak guru. Sebenarnya
guru memberikan sangsi itu tujuannya agar siswa terpacu untuk belajar kembali
dan merubah sifatnya kurang baik kearah lebih baik.
Dari
sinilah siswa atau peserta didik berani sama guru maupun kepsek dan tidak ada
sopan santunnya bila bicara dengan guru. Bicara sama guru, siswa menganggap
seperti bicara dengan kawan sebayanya. Jadi akhlak siswa sekarang menurun tajam
atau berputar 270 derajat dari dibanding siswa tahun 1990an.
Merosotnya
pendidikan juga dimulai saata penerapan remedial bila siswa tidak tuntas KKM. Dengan
sistem ini siswa malah ogah-ogahan belajar. Siswa nyakin nilai akan aman
diraport. Apalagi didukung tv yang menyiarkan kekerasan siswa dan sinetron/film
menayangkan tentang siswa yang melanggar aturan sekolah dan model pakaiannya
yang tidak layaknya siswa menuntut pendidkan.
Memang
pengaruh media/internet sangat menentukan, dimana siswa banyak mengalami
penurunan dari segala aspek
Inilah
potret siswa sekarang. Contohnya siswa yang belajar di SMA/SMK banyak siswa
yang tidak mampu berhitung dan ada beberapa yang membacanya masih mengeja. Hampir
rata-rata siswa yang tidak mampu memahami soal yang diberikan guru.
Sebagaimana
dalam laman dari jawapos mengatakan, Hasil Trends in international Mathematics
and Science (TIMSS) menunjukkan, secara umum siswa Indonesia lemah dari semua
aspek. Namun,
di balik kelemahan itu, siswa Indonesia punya kelebihan dibanding negara
lainnya.
"Hasil
TIMSS memang siswa kita lemah dari semua aspek, tapi ada yang dikuasai siswa
Indonesia dan tidak dimiliki siswa negara lain," kata Rahmawati, peneliti
dari Pusat Penelitian dan Pendidikan (Puspendik) Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) dalam seminar Hasil Penilaian Pendidikan untuk
Kebijakan, Rabu (14/12).
Rahmawati
menyebutkan, dari hasil TIMSS menunjukkan yang dikuasai siswa Indonesia adalah
soal-soal bersifat rutin, komputasi sederhana, serta pengukur pengetakan akan
fakta yang berkonteks keseharian.
Misalnya,
berapa jumlah itik, apa yang dilakukan pertama di pagi hari, dan lainnya. "Untuk
soal-soal demikian, sebanyak 90 persen siswa Indonesia bisa menjawabnya.
Capaian ini lebih tinggi dibanding negara lain, di mana hanya 20 persen
siswanya yang bisa," terangnya.
Akan
tetapi, begitu soal dikembangkan dengan beberapa sumber, siswa Indonesia tidak
bisa menjawabnya.
Dari
sini menunjukkan, siswa Indonesia perlu penguatan kemampuan mengintegrasikan
informasi, menarik simpulan, serta menggenalisir pengetahuan yang dimiliki ke
hal-hal lain. "Kalau
soalnya familier, bersifat rutinitas, siswa kita bisa menjawabnya. Ketika
diberi soal yang sumbernya lebih banyak siswa malah tidak bisa. Jadi intinya
harus diberikan kebiasaan-kebiasaan kepada siswa dengan soal yang sumbernya
beragam," tandasnya.
Demikianlah informasi tentang hasil survai yang mengatakan siswa di Indonesia mengalami kelemahan dari segala aspek. untuk memperbaiki ini maka perang pemerintah daerah/provinsi, sekolah dan masyarakat ikut memperbaiki pendidikan yang merosot tajam ini.