Budilaksono.com...Salam
Inspiratif, kepada bapak ibu guru dan tenaga kependidikan, dalam pembelajaraan pemerintah menekankan
adanya muatan lokal sebagai mapel yang harus diberikan kekurikulum sekolah. Muatan
lokal disekolah tidaklah harus satu bidang dengan kompetensi keahlian di SMK,
atau yang sudah lajim digeluti masyarakat sekitar yang diberikan di SD/SMP/SMA.
Tetapi mulok yang diberikan disekolah bisa mengembangkan kreasi sendiri yang
bisa menjadi keahlian yang dimiliki oleh siswa setelah lulusan nanti bila tidak
melanjutkan lagi.
Salah
satu mulok yang bisa dikembangkan disekolah adalah Hasil Pengolahan Perikanan. Hasil Pengolahan Perikanan yang dapat
diberikan kepada siswa yakni membuat krupuk ikan, bakso ikan, sosis ikan, abon
ikan, hambeger, roti krupuk duri dan kulit ikan dll. Kulit ikan bisa dibuat
bermacam-macam kerajiinan seperti tas,
sabuk atau dompet.
Salah
satu potensi ikan dapat dikembangkan menjadi hasil kerajiana adalah potensi
ikan pari. Potensi ikan pari sebagai salah hasil laut tak hanya bisa
dimanfaatkan untuk produk pangan.
Sebagaimana
dalam laman krjjogja, perajin yang membaca peluang memanfaatkan kulit ikan pari
adalahh bapak Sulaeman, pria asal Brebes Jawa Tengah mampu memanfaatkannya
sebagai bahan kerajinan.
Berkat
kreativitas Sulaeman, kulit ikan pari disulap menjadi dompet, tas, sabuk,
gantungan kunci, dan bahkan sepatu. Ia menjalani produksinya di Jalan Kaliurang
Km.13,5 Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, untuk menghasilkan produk bermerk Fanri
Collection. “Setiap bulan bisa memproduksi sampai 500 produk,” ujarnya (30/4)
lalu.
Ia
mengaku mendapatkan material kulit pari dari nelayan di pesisir utara dan
selatan Jawa. Kulit pari yang sudah disamak tersebut ia beli seharga Rp50.000
per lembar. Satu lembar biasanya dapat digunakan untuk membuat satu buah dompet
seharga Rp100.000 sampai Rp300.000.
Untuk
kebutuhan bahan kulitnya, Sulaeman mengaku tidak kesulitan karena ada suplayer
yang menyediakannya. Dan dalam sebulan kulit pari yang dibutuhkan antara 500
sampai 1.000 lembar.
Dari
modal kulit Rp50.000 tersebut, ia mampu mengubahnya menjadi kerajinan bernilai
jual tinggi. Untuk tas misalnya, ia mampu menjualnya hingga Rp2,5 juta.
"Untuk sabuk berkisar Rp350.000-Rp750.000," ujarnya.
Bisnis
ini sudah ia rintis sejak 1994. Pada 2012,pria kelahiran 10 Oktober 1963 ini
mendapat pembinaan dan bimbingan dari Dinas Kelautan DIY untuk terus
meningkatkan kemampuan para pelaku usaha ikan non kosumsi. "Saya juga
mendapatkan bantuan peralatan berupa
mesin jahit, mesin seset, kompresor, dan juga genset," terangnya.
Sulaeman
mengaku mampu mendapatkan omzet antara Rp 100 hingga 200 Juta dalam sebulan. Dengan keuntungan 10-20% dari
omzetnya itu, dirinya mampu mempekerjakan 15 karyawan. Ia banyak mengirim
produknya ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya, Sumatera,
hingga Merauke.
Bagaimana
bapak ibu guru masih ragu dengan mengembangkan mulok Teknologi Hasil Pengolahan
Perikanan atau masih menerapkan mulok
yang ada diisekolah. Karena mulok dimasukkan dalam kurikulum dengan
tujuan setelah lulus nanti siswa-siswi
bisa menerapkan keahliannya.
Seperti
di Kabupaten Tebo, belum ada disekolah yang menerapkan mulok Teknologi
Pengelolaan Hasil Perikanan. Apalagi saat mendengarakan reses 1 dari DPRD
tingkat I Propinsi Jambi Di Sapta Mulia Kecamatan Rimbo Bujang penekanan
pembangunan dimulai dari hilir atau pedesaan. Menurut DPRD tingkat 1 Pembangunan
peningkatan ekonomi masyarakat yang dikembangkan dari pemerintah adalah
perikanan, pertanian, perternakan, perkebunan dan kehutanan. Ini haruslah
peluang yang bagus untuk pendidikan melalui mulok. Ini juga peluang pemerintah Tebo untuk
membuka SMKN program keahlian Perikanan (Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan). Semoga informasi ini bermanfaat