Budilaksono.com.....Salam inspiratif, kepada
bapak ibuu guru, kisah dari temen seperjuangan kita yang mengajar anak TKI di
Malasya dapat sebagai motivator. Kisah ini diceritakan oleh seorang guru lulusan
Unesa. Semangatnya sangat tinggi untuk mengajar anak-anak patut diacungi
jempol. Dia adalah Tia Oktafia (26), salah seorang guru yang berasal dari
Kediri, Jawa Timur. Tia termasuk guru yang masuk tahap 6 pengiriman guru
pendidikan dasar dan menengahpenugasan pendidik untuk pendidikan anak-anak
Indonesia di Sabah, Malaysia Periode Tahun 2015-2017.
Guru
Tahap 6 merupakan guru Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang diseleksi
untuk mengisi kebutuhan guru di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK),
Community Learning Center, dan Pusat Belajar Humana, sebagai lembaga yang
melayani pendidikan para anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Tia memilih untuk
mengajar anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI), setelah menyelesaikan Pendidikan
Profesi Guru dengan jurusan Bahasa Indonesia, di Universitas Negeri Surabaya
(UNESA) pada bulan Maret 2015. Ia mendapatkan lokasi penempatan di Pusat
Belajar Humana di Distrik Kunak, delapan jam dari Kota Kinabalu, Sabah
Malaysia.
Tia
mengungkapkan awal dari keikutsertaannya di seleksi guru tahap 6. "Sekitar
bulan Maret atau April, itu setelah lulus Pendidikan Profesi Guru di bulan
Maret, ada informasi dari kampus mengenai pendaftaran Guru Untuk Anak TKI di
Sabah Malaysia, kemudian saya mencari tahu mengenai program ini dan kebetulan
ada senior saya yang sudah pernah ikut, dan diberitahu kalau lebih enak karena
lokasi penempatannya aman," ujarnya. Kemudian, perempuan lulusan
Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya ini, memutuskan untuk
mendaftar. "Saya daftar dan Alhamdulilah lolos, sampai ada di sini hari
ini," ujarnya.
Proses
seleksi guru tahap 6 berlangsung pada bulan April 2015 dengan dua tahap, yaitu
pertama seleksi administrasi yang dilakukan Direktorat Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (P2TK
Dikdas Kemendikbud), dan lima Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Diantaranya, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Universitas Negeri
Semarang, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Negeri Makassar, dan
Universitas Negeri Medan. Kedua, seleksi tertulis, berupa tes potensi akademik
(TPA), wawancara, dan micro teaching oleh tim seleksi pusat.
Walau
baru memiliki pengalaman mengajar selama sebulan di Sekolah Menengah Pertama
(SMP) BP Amanatul Ummah, sekolah berbasis Agama Islam, Tia mengaku akan terus
mengasah kemampuan mengajarnya. "Saya sangat tertarik dengan dunia
mengajar, dan ingin mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, mumpung masih muda,
"ujarnya. Mengajar anak TKI, menurut Tia, adalah sebuah pengalaman tak
ternilai harganya. "Saya ingin mengajar di luar negeri, saya kan
mengajarnya di Indonesia. Saya ingin melihat perbandingannya."ujarnya.
Adapun jeda antara tahap seleksi administrasi dengan tes tertulis, dijelaskan
Tia, memakan waktu kurang lebih satu bulan. Kemudian, peserta yang lulus tes
mengikuti pembekalan
Dia
mengaku sangat antusias untuk bertemu dengan calon anak muridnya. "Saya
itu dapat di Kunak, Sabah, dapat murid-murid Sekolah Dasar, penasaran ingin
cepat-cepat bertemu dengan mereka," ujarnya saat ditemui usai serah terima
berita acara guru tahap 6, di Kota Kinabalu, Jumat, (13/11/2015).
Untuk
lokasi penempatan, Tia mengungkapkan belum mempunyai gambaran mengenai Kunak,
sebagai lokasi penempatan mengajar, tapi sudah berusaha mencari referensi.
"Untuk Kunak, saya belum tahu seperti apa, tapi udah coba-coba cari
di google, Alhamdulilah, ada di peta,
tidak terlalu pelosok, bahkan referensinya bagus, ada air terjun di sana,"
jelasnya. Penentuan lokasi dari panitia dilakukan saat pembekalan pada tanggal
3 s.d. 5 November 2015, di Bandung.
Sebagai
alumni Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan Terluar Tertinggal (SM3T), Tia
merasa tidak khawatir dengan lokasi penempatannya. "Saya pernah ikut SM3T,
dapat di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, jadi ya tidak kagok lagi, tapi saya
bersyukur di sini, lokasi saya ada akses jalan, yang terpenting itu, kalau air,
telepon, kan bisa dicarikan solusi, main ke kota bisa telepon, kalau belum ada
akses jalan, itu yang repot," ujarnya.
Saat
pembekalan, Tia mengaku senang dengan materi pembekalan yang diberikan.
"Di pembekalan, saya diberi tahu seperti apa pembelajarannya seperti apa,
motivasi, dan multiple intelegensi untuk anak. Multiple intelegensi itu
menggali bakat anak-anak. Jadi, kita tidak menghakimi anak bahwa anak itu
pintar, tidak pintar, tapi lebih menggali bakat anak-anak.
semuanya,"ujarnya.
Anak
pertama dari tiga bersaudara ini sangat bersyukur keputusannya untuk mengikuti
guru tahap 6 sangat didukung oleh orang tua, dan kedua adiknya. "Saya itu
pamit sama bapak dan ibu, mereka mendukung, dan malah ndak digandoli (dilarang),
mereka bilang ya kami tahu niat kamu serius ya sudah kami percaya, itu kata
bapak ibu," ujarnya.
Menutup
perbincangan, Tia membocorkan tips yang dimiliki agar dapat nyaman dan diterima
di tempat tugasnya. "Ya, walau di sana saya dikelilingi orang Malaysia,
saya ga takut kan yang diajar juga orang Indonesia, tips dari saya nanti saya
berusaha ramah, tulus untuk baik, berusaha aktif dengan kegiatan-kegiatan
masyarakat di ladang supaya lancar, saya juga siapkan bahan-bahan untuk
adik-adik selengkap mungkin, supaya belajarnya enak dengan murid-murid di sana,"
tutupnya. (sumber : kemedikbud.go.id)
Semoga
kisah inspiratif ini akan memotivasi calon guru maupun guru untuk dengan
sepenuh hati dalam memberi pelajaran kepada siswa dimanapun juga.