Budilaksono.com.....salam
inspiratif, kepada bapak ibu guru selamat melaksanakan aktivitas untuk pagi
hari seperti biasanya di sekolah. Pengangkatan honorer kategori dua (K2) khusus
guru menjadi CPNS mengikuti aturan UU Guru dan Dosen. Dalam UU Guruu dan Dosen
mengatakan guru yang diangkat CPNS atau mengikuti Ujian CPNS harus berijazah D4
atau S1
Padahal
masih banyak guru dari golongan honorer K2 yang D3, D2 atau lulusan SMA. Inilah
yang menjadikan pemerintah serba dilematis. Dan bila tetap mengangkat mereka
maka pemerintah akan menabrak aturan UU tentang Guru dan Dosen.
Menurut
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Sumarna Surapranata mengatakan, pemerintah
harus menegakkan aturan, bagaimana bisa aturan yang sudah dibuat kita langgar.
Sejak tanggal 30 Desember 2005, semua calon guru harus memenuhi UU Guru dan
Dosen pasal 8 yaitu memiliki ijazah S1/D4, kompeten dan bersertifikat. Kalau
mau jadi CPNS harus lulus seleksi.
Apa
yang dilakukan pemerintah untuk mengangkat Honorer K2 menjadi CPNS tampa Tes
itu adalah kemajuan yang untuk meningkatkan nasibnya menjadi lebih baik. Tetapi
langkah yang diambil oleh pemerintah ini menabrak UU Guru dan Dosen yang sudah
jelas sekali bahwa yang diangkat CPNS adalah guru lulusa D4/S1 yang teleh
melalui seleksi tes.
“Inilah
yang jadi susah bila guru honorer K2 yang mengikuti tes CPNS dari jalur khusus tidak
lulus tes tapi minta untuk diangkat CPNS, coba bayangkan bagaimana nasib dunia
pendidikan kita, kalau orang yang tidak lulus tes tapi ngotot diangkat CPNS,”tuturnya
Sumarna
Contohnya
saja Siswa SD/SMP/SMA/SMK mengikuti ujian kenaikan kelas tetapi hasilnya tidak
naik kelas, apakah berani mereka menuntut naik kelas? Begitu juga dengan pelamar CPNS umum yang
mengikuti ujian tes tetapi hasilnya tidak lulus, apakah pantas menuntut untuk
diangkat CPNS? Secara logika kan tidak mungkin. Pandangan ini yang harus kita
luruskan ke pada masyarakat.
Iya
benar mereka ini sudah mengabdi bertahun-tahun bahkan ada yang puluhan tahun.
Tapi bukan berarti kita menggadaikan kualitas pendidikan anak-anak ke tenaga
pendidik yang tidak berkualitas.
Apakah
bapak ibu ikhlas tidak menitipkan anak-anak Anda ke tenaga pendidik yang
kompetensinya rendah. Mau tidak anak-anak Anda dididik oleh guru yang
pengetahuannya pas-pasan. Jawabannya pasti kan tidak, makanya itu pemerintah
selalu membuat formula agar pendidikan di Indonesia meningkat dengan
meningkatkan kualitas guru. (Sumber : Jawa Pos)
Guru
yang hebat tidak akan kesulitan ketika pemerintah gonta-ganti kurikulum. Tapi
kalau gurunya berkemampuan pas-pasan, sebagus apapun kurikulumnya tidak bisa
mendongkrak mutu pendidikan siswa.
Langkah
pemerintah sekarang yakni mengangkat guru yang lulusan S1 dan bersertifikasi, itu mutlak. Tanpa itu
pemerintah tidak akan mengangkat calon guru menjadi CPNS. Hal ini juga berlaku
untuk Honorer K2
Sekarang
menjadi guru tidak mudah seperti dulu tetapi seorang guru harus melewati
beberapa serangkaian tes yang meliputi Uji
Kompetensi Guru (UKG) dan Penilaian Kinerja Guru (PKG). UKG dilakukan sesuai
dengan amanat Pasal 8 UU 14/2005 Tentang Guru dan Dosen dimana guru harus
memiliki kualifikasi akademik S1/D4, Kompetensi, dan Sertifikasi Pendidik.
Penilaian
Kinerja Guru (PKG) dilakukan ketika guru berhadapan dengan peserta didik. PKG
dilakukan untuk mengukur kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan
profesional. Pihak yang melakukan penilaian kinerja guru adalah pengawas
sekolah, kepala sekolah, peserta didik, komite sekolah, dan dunia usaha/dunia
industri untuk kejuruan.
Hasil
UKG dan PKG akan dijadikan sebagai bahan pemetaan untuk pembinaan karir guru.
UKG/PKG dijadikan sebagai training need analisis. Ke depan pemberian diklat
harus berdasarkan hasil UKG/PKG agar pelatihan tepat sasaran. Hasil UKG/PKG
akan dikirimkan ke pihak-pihak terkait untuk dapat dijadikan landasan perbaikan
mutu guru. Semua guru temasuk honorer K2 wajib mengikuti sertifikasi
pendidikan. Maka mulai tahun 2016 setiap guru dan calon guru harus mengambil
kuliah profesi lagi sebagai syarat sertifikasi. Dan biaya kuliah tersebut
ditanggung oleh guru tersebut.
Kabarnya
terbaru guru akan dites setiap tahunnya untuk mengetahui kemampuan
kompetensinya. Apakah tidak membuat guru stess? Karena dalam urusan naik
pangkat yang syaratnya berjibun aja sudah stres sampai meninggalkan
pembelajaran untuk urusan kenaikan pangkat apalagi bila naik pangkatnya harus
mengalami kegagalan berkali-kali karena kurang syarat ini dan itu, ini aja
sudah membikin stress guru, apalagi harus mengikuti tes ini dan itu? Sebenar
guru kita ini mau dibawa kemana? Bila ada cara yang praktis untuk meningkatkan
mutu guru tampa mengikuti tahapan tess itu kan lebih baik.
Semoga
pemerintah mempunyai suplemen yang jitu untuk meningkatkan mutu dan kompetensi
guru tampa mengikuti rangkaian tes yang berjibun. Cukup satu cara hasilnya top
cer