Budilaksonoputra....Pada tanggal 27
Januari 2015, Menteri pendidikan dan kebudayaan Anies Baswedan mengadakan Rapat
kerja dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.
Menurut Nurhasan zaidi Anggota Komisi X
DPR RI mengatakan, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2015-2019 belum menyentuh inti permasalahan
pendidikan di Indonesia.
“Sangat disayangkan bahwa Renstra yang
dipaparkan Menteri Anies sama sekali tidak menyentuh inti problema pendidikan
kita, yaitu masalah kualitas guru. Jika pun dibahas, itu hanya karena perlunya
pelatihan guru demi terlaksananya Kurikulum 2015. Jadi di sini, posisi guru
hanya instrumental,” kata Nurhasan.
Menurut Nurhasan, masalah pendidikan di Indonesia muaranya
selalu pada guru. Kurikulum 2013 gagal dijalankan karena guru tidak siap.
Itu sebabnya, Mahkamah Agung memutuskan agar Kurikulum 2013 tidak
dilaksanakan kecuali guru betul-betul siap. “Bagaimana mungkin kita membuat dan
menetapkan satu program strategis semacam Kurikulum 2013, sementara kita tidak
tahu kondisi mutu guru yang akan melaksanakan kurikulum tersebut,” kata
Nurhasan.
Nurhasan mengungkapkan ketika ditanya
apa dan bagaimana cara Kemendikbud mengukur mutu kualitas guru, tak ada jawaban
yang memuaskan. Menurut Nurhasan, hal tersebut bertolak belakang dengan cara
Kemendikbud mengukur kualitas murid yang begitu jelas dan dilaksanakan
menggebu-gebu, yaitu melalui Ujian Nasional (UN).
“Tujuan UN jelas, untuk pemetaan capaian
mutu siswa, bukan lagi sebagai penentu kelulusan mereka. Yang jadi pertanyaan,
mengapa Kemendikbud hanya ngotot melaksanakan UN untuk mengetahui capaian siswa
saja, sementara untuk mengetahui dan mengukur capaian mutu guru, Kemendikbud
tak punya instrumen penilaian mereka secara nasional. Sekali kali lagi secara
nasional. Padahal, kita pasti paham, apa yang akan dicapai oleh siswa di
sekolah tergantung dari mutu guru,” jelas Nurhasan. Maka secara tegas, tambah
Nurhasan, UN tidak adil. Nurhasan mempertanyakan apabila UN diadakan untuk
siswa, hal yang sama tidak diselenggarakan untuk menguji kualitas guru.
“Jika ada UN untuk siswa, mengapa tidak
pula diadakan semacam UN untuk mengetahui dan memetakan kondisi mutu guru kita?
Pemetaan mutu guru secara nasional mutlak perlu segera dilakukan, dengan cara
yang tak kalah meyakinkan ketimbang Ujian Nasional,” tegasnya. (Sumber : kabarpks)