Menurut
dia, hal tersebut yang menjadi keunggulan dari sejumlah negara seperti
Maladewa meski kawasannya cenderung lebih kecil dibanding Indonesia tetapi
terkenal akan produk perikanannya yang ramah lingkungan. “Kalau ingin produk
yang berkelanjutan maka keharusan untuk memenuhi persyaratan pasar menjadi keharusan,"
kata Saut Hutagalung di Jakarta, Selasa (8/7).
Saut
mencontohkan, bila pasar menginginkan produk perikanan yang dihasilkan
merupakan hasil penangkapan yang ramah lingkungan maka hal itu juga mesti
diterapkan. Sebelumnya Indonesia dinilai juga mesti dapat meningkatkan, baik
kuantitas maupun kualitas sektor pengolahan komoditas perikanan domestik
untuk meningkatkan daya saing produk perikanan nasional dan menyejahterakan
nelayan tradisional.
Di lain pihak M Riza Damanik Ketua Dewan Pembina KNTI mengatakan, kekurangan
fokus Indonesia dalam pengolahan membuat kinerja perikanan Indonesia masih
berada di bawah beberapa negara di ASEAN yaitu Thailand dan Vietnam. Kontribusi
sektor pengolahan dari 40 persen pada 2008, sekarang hanya 20-30 persen dari
total produk kita. “Dibutuhkan
penguatan di sektor pengolahan seperti dalam meningkatkan proporsi komoditas
pengolahan terhadap total produksi atau dalam peningkatan jumlah manusia yang
bekerja di sektor pengolahan tersebut,”
tuturnya M Riza Damanik di Jakarta
Sedangkan dalam jumlah ketenagakerjaan sektor perikanan di Indonesia,
lanjutnya, hanya sekitar 10% tenaga kerja yang bekerja di bidang pengolahan,
sedangkan 54% di bidang produksi dan 36% di pemaparan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
(Kiara) Abdul Halim mendesak Indonesia harus fokus pada pengolahan. Contohkan,
Indonesia merupakan pemilik komoditas tuna terbesar tetapi dicemaskan masih
lebih fokus kepada ekspor. "Apa akibatnya? Setelah diekspor secara
gelondongan masuk kembali impor tuna kalengan dari luar negeri,"
katanya.
(
Referensi dari medanbisnisdaily.com )
|