Budilaksonoputra…..Bisnis udang di Negara Indonesia semakin digalakkan dan
ditingkatkan produktivitasnya. Trens
produksi udang dpada tahun 2014 semakin meningkat tetapi perudangan nasional
dihadapkan pada sebuah tantangan yang cukup besar, namun disisi lain fenomena
menurunya harga udang di tingkat pembudidaya serta indikasi menurunya demand di
hilir menyebabkan cukup terganggunya siklus bisnis udang nasional. Salah satu
penyebab yang teridentifikasi adalah karena belum terbangunya persepsi dan
orientasi bisnis di hulu dengan di hilir. Ini terlihat dari SCI dan AP5i yang
belum mampu membangun kesepakatan terkait tindaklanjut fenomena bisnis
perudangan nasional saat ini.
Komisi Udang Indonesia (KUI) baru-baru ini telah
menginisiasi adanya pertemuan melalui Focus Group Discussion(FGD)
yang difasilitasi Ditjen Perikanan Budidaya. Pertemuan ini dimaksudkan dalam
rangka membangun kesepakatan dan menentukan tindak lanjut atas permasalahan
yang dihadapi industri udang nasional, terutama dalam menyikapi persaingan
perdagangan udang dunia. Perwakilan stakeholders hadir pada
acara FGD ini antara lain Pemerintah, SCI, AP5i, Pakar,dan pembudidaya serta
pihak lainnya.
Frans perwakilan Shrimps Club Indonesia (SCI) mengatakan, bisnis
perudangan secara nasional terkini secara umum terjadi penurunan harga udang.
Menurut Frans, dengan turunya harga udang dan disatu sisi harga sarana produksi
yang belum seragam dan cenderung naik, secara langsung mempengaruhi margin
keuntungan. Pelaku/unit pembudidayaan udang terkendala oleh sulitnya memasarkan
udang sesuai yang diharapkan. Menurutnya, saat ini hanya 5 packer yang
melakukan pembelian udang, sehingga menyebabkan tersendatnya rantai tata niaga
udang.
Dilain pihak Robert dari AP5i menyanpaikan bahwa sedikitnya ada
2 (dua) faktor yang menjadi penyebab terjadinya penurunan harga udang nasional
dan tersendatnya demand, yaitu : pertama, saai ini terjadi over
stock udang pada negara-negara importir seperti Amerika Serikat,
kondisi ini disebabkan salah satunya adalah masuknya produk udang asal India
yang mulai mendominasi pasar Amerika. Faktor kedua, menurutnya industri
mengalami keterbatasan dana untuk melakukan pembelian langsung, untuk itu AP5i
menawarkan pembelian dengan tempo berdasarkan size dan harga yang disepakati.
Ditambahkan Johan, bahwa ketidaksepahaman terkait standar ukuran (size) udang
yang diinginkan pihak AP5i menyebabkan posisi tawar dan daya saing udang kurang
maksimal di negara-negara importir. Menurutnya, saat ini pangsa pasar udang di
negara-negara buyer adalah sze 60-70. “ Pembudidaya mestinya lebih mendorong
terhadap hasil produksi sesuai permintaan buyer sehingga ada kesepahaman
terkait orientasi harga dengan standar size yang diinginkan”, Jelas Johan yang
juga mewakili AP5i. Bahkan Thomas Darmawan Ketua AP5i secara terang-terangan
meminta Pemerintah untuk juga mendorong agar UPI mendapat akses penguatan
permodalan. “Industri atau UPI juga harus di-revitalisasi agar mampu tumbuh dan
maju”, tambah Thomas.
Menarik apa yang disampaikan Dr. Sukenda yang telah beberapa
kali bolak balik ke negara India, bahwa saat ini yang menjadi the real
enemy persaingan udang dunia adalah India. Menurutnya, Ada beberapa
hal yang diilakukan India dalam mendorong industri budidaya udang yang
berkelanjutan, yaitu : (i) Ada 2 Kementerian yang menjadi otoritas kompeten
yaitu Kementerian Pertanian dan Kementerian Perikanan. Dan fokus salah satunya
pada pengembangan industri perudangan; (ii) Untuk kepentingan sustainabality India
lebih mendorong budidaya udang dengan teknologi semi intensif dengan kisaran 60
ekor/m2 yang dituangkan dalam sebuah regulasi perizinan; serta (iii) pemerintah
India Kemudahan terkait perizinan usaha pembudidayaan udang.
Tingginya harga pakan juga sangat dikeluhkan pembudidaya,
sehingga sangat berpengaruh terhadap margin keuntungan yang didapat, ditambah
lagi dengan harga udang yang mulai turun. Menanggapi keluhan pembudidaya, Ketua
Divisi Aquaculture GPMT Denny Indrajaya, menyampaikan bahwa memang kondisi
tersebut cukup dilematis. Tingginya harga pakan yang dirasakan oleh
pembudidaya, dipicu oleh semakin tingginya biaya produksi pakan. Permasalahan
utama adalah bahan baku pakan terutama tepung ikan dan tepun terigu yang masih
impor. Kondisi ini karena kedua bahan baku tersebut belum bisa dipenuhi di
dalam negeri.
Atas kondisi permasalahan di atas, forum menyepakati beberapa
rekomendasi yaitu : (i) Mendorong kesepahamaan dan trust building antara
hulu dengan hilir. Kesepahaman terkait suplly yang mempunyai daya saing dan
posisi tawar (harga yang reasonable) dan demand sesuai standar
(ukuran/size) yang sesuai keinginan negara buyer harus didorong sehingga ada
kesamaaan pendekatan orientasi yang pada ujungnya akan menjamin siklus bisnis
perudangan yang berkesinambungan; (ii) Perlunya mem-follow up kesepakatan-kesepakatan
pertemuan sebelumnya (saatnya implementasi); (iii) Perlunya membangun model
pengembangan industri udang yang terintegrasi (hulu ke hilir) termasuk
didalamnya model tata niaga yang efektif dan terintegrasi dengan baik; (iv)
Mendorong terselenggarannnya informasi terkait ketersediaan stok, harga dan
pasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini akan mempermudah dalam
memetakan suplly and demand; (v) Perlunya mendorong adanya
sistem resi gudang dengan mendorong BUMN untuk menjamin ketersediaan stok, dan menjamin
pasar/pembeliaan pada saat industri nasional tidak mampu membeli (sistem yang
telah dilakukan oleh Bulog pada komoditas pertanian); (vi) dan Perlunya
membangun Market Intelligance, sehingga akan mudah untuk memetakan
terkait suplly and demand
Komisi Udang Indonesia dan Kementarian Kelautan dan Perikanan
sepakat untuk melakukan tindaklanjut terhadap hasil rekomendasi, antara lain
yaitu : (a) Mengefektifkan operasional pinsar sebagai perangkat dalam
memfasilitasi interaksi antara hulu dengan hilir. Mendorong informasi pinsar
yang lebih lengkap, up to date dan kredibel; (b) Segera
menyusun action plan yang lebih konkrit dalam menjamin tanggungjawab dan
sinergisitas antar stakeholders terkait.Action plan akan
dinisiasi oleh Komisi Udang Indonesia (KUI); dan (c) Membentuk Task
Force Komisi Udang Indonesia, dengan tugas utama adalah menyusun action
plan perudangan Indonesia yang lebih konkrit. Anggota Task
Forceberanggotakan sebanyak 5 orang antara lain KUI (Agus Somamiharja,
Sukenda); AP5I (Hantowo Tjia), GPMT (Aris); SCI (Frans). Dimana Tim segera
melakukan pertemuan lanjutan yang akan difasilitasi oleh Ditjen Perikanan
Budidaya.
( Referensi berita dari djpb.kkp.go.id )