Budilaksonoputra…..Gurami
asal Jawa Tengah dikenal memiliki kualitas di atas rata-rata, bahkan banyak
yang masuk grade premium. Terlebih gurami konsumsi dari
kabupaten Banjarnegara yang dikenal tidak dibesarkan dengan cara obral pakan
pelet untuk memacu pertumbuhan, melainkan justru memperbanyak pakan alami
seperti daun sente (talas), kangkung, dan daun pepaya. Dari sisi rasa, gurami
Banjarnegara terkenal gurih, padat, dan tidak bau tanah.
Arismianto
mengatakan, pembudidaya gurami sekaligus pedagang gurami antar kota yang
tinggal di Desa Blambangan – Banjarnegara. Di desa Blambangan terdapat kolam
gurami seluas 50 ha, terbagi dalam beberapa hamparan masing-masing 10 - 11
ha, 90 % untuk pembesaran ukuran konsumsi. “sampai era 90-an jumlah
pembudidaya gurami di desanya hanya 10 %, namun sekarang kebalikannya, hampir
setiap rumah memiliki kolam gurami. Melihat peluang yang besar itu, ia
tergerak untuk tidak sekedar membesarkan gurami namun juga berdagang gurami
dari ukuran benih hingga konsumsi,” tuturnya
Gurami yang
tadinya merupakan ikan yang dipelihara turun temurun untuk menyambut lebaran ternyata bisa ditransformasi menjadi komoditas ekonomis.
Mampu menjadi sumber pendapatan tambahan bahkan sumber penghasilan pokok
keluarga pembudidaya. “Di desa kami, lahir “sarjana-sarjana gurami” karena
dibiayai dari usaha gurami,” tutur Aris yang memiliki 6 petak kolam ini.
Bupati
Banjarnegara Sutedjo S Utomo menyatakan, pemerentah daerah maupun pusat sudah banyak mengucurkan dana untuk gurami Banjarnegara sebagai sentra
gurami Jateng. “Komoditas ini mempunyai akar budaya kuat. Masyarakat sudah
terbiasa memelihara, tinggal menyosialisasikan cara budidaya yang lebih baik
agar panen lebih banyak dan cepat, serta memberi stimulan modal usaha agar
skala budidayanya meningkat,” paparnya.
Menurut Sutedjo, gurami memiliki posisi strategis sebagai komoditas unggulan daerah yang sudah diakui oleh KKP bahwa Banjarnegara adalah sentra gurami nasional. Kekuatan di produksi budidaya juga telah diperkuat dengan hadirnya pasar khusus ikan Purwonegoro. “Di sana transaksi bisa senilai ratusan juta sehari, termasuk komoditas gurami,” tegas bupati peraih penghargaan Adibakti Mina Bahari ini. Pelaku yang hadir di pasar itu bukan hanya pedagang gurami lokal, tetapi juga pedagang dari luar kota.
Menurut Kabid Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Banjarnegara
Totok Setya Winarna menguraikan, Pemkab Banjarnegara menetapkan kawasan
minapolitan gurami di kecamatan Rajapurbawa (Mandiraja, Purwonegoro, Bawang,
Wanadadi) pada 2010. Penetapan ini diikuti komitmen pengucuran dana daerah
yang pada 2013 terealisasi Rp 600 juta. Selain dari
anggaran daerah, anggaran pengembangan gurami juga dikucurkan dari sebagian
TP (Tugas Pembantuan) dari anggaran pusat untuk budidaya air tawar sebanyak
Rp 1,15 miliar. Selain itu kabupaten ini mendapatkan PUMP budidaya (termasuk
untuk gurami) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rp 1,43 miliar.
Sutedjo
berharap pembudidaya yang memilih mengembangkan gurami tidak hanya
ikut-ikutan. “Kami tidak ingin setelah diberi bantuan paket budidaya gurami
dari anggaran daerah maupun pusat beralih komoditas lain. Karena saya ingin
terus meningkatkan produksi gurami sebagai trademarkBanjarnegara,”
tandas Ketua Pengurus Daerah Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Banjarnegara
ini
( Sumber dari trobos.com )
|