Budilaksonoputra….Menteri Kelautan
dan perikanan Sharif C. Sutardjo menjelaskan Program pembangunan kelautan lima
tahun kedepan akan lebih berorientasi pada pemanfaatan dan pengelolaan potensi
sumberdaya kelautan. Potensi ekonomi kelautan yang dimiliki Indonesia apabila
dikelola dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien akan mampu mendukung
pencapaian visi pembangunan Indonesia menjadi salah satu negara maju pada tahun
2025 mendatang. Namun pengembangan potensi ekonomi kelautan saat ini masih
terkendala dengan aspek regulasi dan informasi. Harmonisasi dan sinkronisasi
regulasi antar sektor maupun antara pusat dan daerah merupakan tantangan yang
memerlukan solusi mendasar perlunya norma hukum yang mengatur tata kelola laut.
Sharif menetapkan beberapa kebijakan
untuk optimalisasi pemanfaatan ekonomi sumberdaya kelautan. Diantaranya,
pengembangan industri kelautan antara lain produksi garam dan produk
turunannya, bioteknologi dan biofarmakologi laut, pemanfaatan air laut dalam,
marikultur, industri pengolahan hasil kelautan, dan pengembangan ekonomi
sumberdaya non konvensional dan energi terbarukan. Termasuk pengembangan jasa
kelautan antara lain melalui pegembangan wisata bahari, pengelolaan pipa kabel
bawah laut, pengelolaan bangunan laut, dan jasa kelautan lainnya.
Dia menambahkan saat ini Indonesia
telah tercatat menjadi anggota dari Organisasi Pengelolaan Perikanan
Regional (Regional fisheries management organisations /RFMOs) yang melingkupi
perairan Indonesia. Yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC)
, Commission on Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT)
dan terakhirWestern and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC).
Langkah pemerintah Indonesia, yang difasilitasi Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP)menjadi anggota RFMOs mempunyai nilai strategis. Dengan
menjadi anggota RFMOs, Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam
pengelolaan dan pemanfaatan tuna untuk perekonomian Indonesia. Keikutan serta Indonesia tersebut sesuai
mandat UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Mariculture
Pada acara Focus Group
Discussion (FGD) Pengelolaan Sumber Daya Kelautan di IPB International
Convention Center Bogor menjelaskan, salah satu optimalisasi ekonomi kelautan
adalah meningkatkan potensi marikulture. Apalagi budidaya laut atau mariculture
saat ini menjadi usaha yang mempunyai prospek cerah dan peluang sangat besar.
“Luas indikatif potensi lahan pengembangan budidaya laut nasional sebesar 8,36
juta ha sampai tahun 2011 baru dimanfaatkan untuk usaha mariculture
sekitar 169.292 ha atau 3,69%”, katanya Slamet Soebjakto dirjen Perikanan
Budidaya.
Menurut Slamet bahwa komoditas yang
dikembangkan mariculture yakni rumput
laut, berbagai jenis ikan bernilai jual tinggi antara lain ikan Kerapu, Bawal
bintang, Kakap putih dan Kakap merah merupakan komoditi ekspor yang banyak
diminati pasar luar negeri. Prospek pengembangan budidaya laut khususnya
pada area off shore mempunyai peluang besar sebagai alternative usaha yang
prospektif bagi masa depan perikanan budidaya.
KKP telah menetapkan 10 propinsi
untuk dijadikan model percontohan atau demfarm budidaya laut. Wilayah ini
memang selama ini merupakan sentra produksi ikan kerapu. “Provinsi penghasil
utama ikan Kerapu yaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Kepulauan Riau,
Provinsi Aceh, Provinsi Lampung, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi
Jawa Timur, Provinsi Papua Barat, Provinsi NTB, Provinsi Maluku Utara dan
Provinsi Maluku”, sebut Slamet.
KKP telah melakukan penyusunanRencana
Pengelolaan Perikanan Wilayah Pengelolaan Perikanan (RPP-WPP) di
Indonesia. Diantaranya, untuk mendukung program industrialisasi perikanan telah
ditetapkan satu WPP baru yakni WPP 718, yang meliputi wilayah perairan
Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur. Apalagi laut Arafura dan
sekitarnya sebagai salah satu kawasan perikanan tersubur di dunia. Dengan
implementasi RPP ini diharapkan devisa negara dapat ditingkatkan serta industri
perikanan lokal di Provinsi Maluku, Papua dan Papua Barat akan tumbuh dan
berkembang. Efek selanjutnya, lapangan kerja bagi masyarakat lokal tercipta
luas.
( Referensi artikel dari KKP )